Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan
ekonomi positif disamping China, India, dan Vietnam. Beberapa negara maju
termasuk Amerika dan Eropa mengalami kemerosotan tajam hingga mengalami
pertumbuhan ekonomi negatif. Demikian disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Departemen Keuangan RI, Anggito Abimanyu, PhD dihadapan peserta seminar
nasional "Challenges of Economic Development in Indonesia: Democracy Party
and Global Competition". Acara yang diselenggarakan di gedung widyaloka UB
pada Selasa (19/5) ini diikuti oleh mahasiswa, dosen dan masyarakat umum. Dalam
krisis ekonomi global ini, dipaparkannya, Amerika sebagai pusaran krisis
mengalami penurunan pertumbuhan perdagangan dari 2.5% menjadi -11%. Selain itu,
terjadi pula penurunan nilai asset lembaga keuangan yang mencapai USD 750 M dan
capital outflow mencapai USD 700 M ke Amerika Serikat. Dalam upaya
mitigasi krisis global yang dilakukan negara-negara anggota G20, diungkap
Anggito, telah ditentukan bahwa biaya rekapitulasi perbankan yang dibutuhkan
mencapai USD 1.1 T, disusul biaya restrukturisasi kredit macet USD 1.4 T dan
alokasi penambahan modal lembaga multilateral mencapai USD 1.1 T. Lebih lanjut,
diterangkan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia per Mei 2009 telah kembali,
mencapai USD 56.3 M.
Dampak Terhadap Indonesia
Dalam paparannya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM yang juga chief economist BNI, A. Tony Prasetiantoro, PhD memaparkan prediksinya di beberapa sektor mikro terkait krisis ekonomi global ini. Sektor properti, menurutnya masih bisa bertahan dan justru dapat menjadi alternatif penyimpan kekayaan. Sebagaimana pada krisis 1998, sektor konsumsi menurutnya akan menjadi sektor yang tahan terhadap krisis begitu juga UMKM dan sektor informal. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan mencapai 4.0% dengan beberapa modal yaitu turunnya inflasi yang menaikkan kepercayaan diri konsumsi dan turunnya suku bunga yang bisa membantu ekspansi kredit.
Dampak Terhadap Indonesia
Dalam paparannya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM yang juga chief economist BNI, A. Tony Prasetiantoro, PhD memaparkan prediksinya di beberapa sektor mikro terkait krisis ekonomi global ini. Sektor properti, menurutnya masih bisa bertahan dan justru dapat menjadi alternatif penyimpan kekayaan. Sebagaimana pada krisis 1998, sektor konsumsi menurutnya akan menjadi sektor yang tahan terhadap krisis begitu juga UMKM dan sektor informal. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan mencapai 4.0% dengan beberapa modal yaitu turunnya inflasi yang menaikkan kepercayaan diri konsumsi dan turunnya suku bunga yang bisa membantu ekspansi kredit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar